Jumat, 15 Januari 2016

Pria-pria pengejar Cinta

BY Black Mask IN No comments


“Waktunya satu bulan, tidak boleh lebih tidak boleh kurang” ujar salah seorang dari kami ber lima.

Waktu itu musim panas saat hujan tak kunjung datang dan suasana kota tembakau masih dalam bulan-bulan penerimaan mahasiswa baru. Awal ajaran baru untuk beberapa perguruan tinggi yang berdiri di kota tembakau ini. Beberapa pendatang sudah mulai beradaptasi dengan kota. Beberapa pula masih rindu akan kasur yang ditinggalkan dirumah untuk mereka yang sering pulang. Atau untuk orang pribumi mereka  hanya menapaki jenjang baru pendidikan, walau pendatang akan merasakan hal yang sama.

Langit malam di musim panas, tidak banyak bintang yang menampakkan dirinya waktu itu. Enam pria duduk melingkar saling berhadapan dengan dua buah meja belajar kecil ditengah. Kopi hitam tersuguhkan diatas meja dengaan uap putih yang keluar diatansnya. Enam pria yang menikmati indahnya malam kota tembakau. Di ujung jalan beraspal, disamping gedung wakil rakyat yang berdiri kokoh. Enam pria.

Pria pertama memiliki perut yang lebih besar diantara yang lain, kamu bisa menyebutnya si gendut. Walaupun ia tidak begitu gendut. Satunya lagi adalah pria dengan rambut kribo yang hobi memakai gelang. Rambutnya bisa kamu samakan seperti pembalap simon celi atau seorang pesepak bola asal brazil yang kini ada di liga prancis, David luiz. Kamu bisa menyebutnya si kribo. Pria selanjutnya memiliki tinggi yang lebi kecil dibanding yang lain – walau tidak terpaut jauh, tapi ia mungkin yang paling tua dalam lingkaran itu. Kamu bisa menyebutnya si Mbah tapi ia kerap kali berwajah sangar layaknya preman nganggur.

Selanjutnya pria yang paling putih diantara yang lain, seakan putihnya tak bisa hilang walaupun berjemur di pantai seharian – pernah dicoba. Sebut saja si Bule. Selanjutnya pria yang paling tinggi dan memiliki tubuh lbesar ayaknya binaragawan, tapi jika kamu buka bajunya yuang ada hanya timbunan lemak. Tapi ia tidak bisa disebut gendut. Ia lebih cocok disebut preman pasar dengan postur seperti itu. Terakhir, aku sendiri si pria keren dan baik hati itu kataku sendiri. mungkin orang lain akan menyebutku si kurus karena aku yang paling kurus diantara mereka berlima.

Kita hanyalah sekumpulan anak muda yang mencoba menikmati suasana malam di tanah perantauan. Karena tidak satupun dari kami yang merupakan suku pribumi. Si gendut berasal dari pulau sebelah barat jawa. Si kribo dan si mbah berasal dari kota gandrung. Si bule berasal dari kota santri yang memiliki pondok pesantren semaca Tebu ireng. Si preman berasal dari salah satu kota ziarah wai yang terkenal. Aku sendiri berasal dari kota yang terkenal dengan anggur dan mangganya.

Awalnya percakap hanya seputar hal hal yang telah dilewati pada hari itu. Dosen membosankan. Menu hari ini. Jadwal perkuliahan. Beberapa bumbu komedi yang menyulut tawa. Namun lambat laun – entah siapa yang memulai, percakapan mulai sedikit serius menjadi sebuah obrolan para pria. Wanita yang disuka.

Beberapa pertanyaan pun diajukan satu persatu untuk setiap orang. Kamu sedang dekat dengan siapa? Sejak kapan menyukainya? Kenapa memilihnya? Hal hal seperti itu dengan cepat menjadi sebuah obrolan hangat. Hingga memunculkan sebuah celetukan.  “bagaimana kalau kita membuat sebuah perjanjian, kita akan menyatakan cinta kepada orang yang kita suka  secara bersamaan?” ujar salah seorang dari kami. Akhirnya disepakati bahwa waktu yang ditentukan untuk menyatakan cinta selama satu bulan. Tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih.

Untuk membuktikan keseriusan kami. Akhirnya dibuatlah sebuah perjanjian hitam diatas putih bermaterai, dengan beberapa poin perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Namun perjanjian ini bukan berarti kami tidak serius dalam mengejar orang orang yang kami cinta. Justru sebaliknya. Kami hanya ingin kelak ini menjadi sebuah kisah tersendiri  bagi kami dalam memperjuangkan yang namanya cinta. []

0 komentar:

Posting Komentar